ARTICLE AD BOX

PRESIDEN Direktur Sumbawa Timur Mining (STM), Bede Evans, mengatakan mineral kritis adalah jenis mineral yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional, teknologi strategis, hingga transisi energi global. Namun, mineral ini memiliki kerentanan dalam hal ketersediaan pasokan.
“Melalui kebijakan yang selaras, kolaborasi riset, penerapan teknologi maju, dan kapasitas sumber daya manusia yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin global dalam eksplorasi mineral kritis," kata Bede, dalam diskusi Mineral Kritis & Strategis untuk Memperkuat Industrialisasi Nasional di Minerba Convex 2025.
Bede mengatakan, tembaga merupakan salah satu mineral kritis yang menjadi komponen penting dalam rencana transisi energi global. Namun, menurut studi S&P Global (2022), kesenjangan antara pasokan dan permintaan tembaga diperkirakan akan sangat besar pada tahun 2035 meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2022. Substitusi dan daur ulang tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan kendaraan listrik, infrastruktur kelistrikan, dan pembangkit energi terbarukan.
Kebutuhan terhadap mineral kritis tembaga terus meningkat baik secara nasional maupun global. “Sumbawa Timur Mining hadir sebagai perusahaan yang siap menjawab kebutuhan tersebut melalui pengembangan Proyek Hu’u. Proyek eksplorasi tembaga ini adalah rumah bagi Deposit Onto, deposit terbesar yang ditemukan dalam 15 tahun terakhir, dengan kapasitas produksi kelak diperkirakan mencapai 24 Mtpa pada Lift 1 dan 48 Mtpa pada Lift 2,” ujarnya.
Untuk bisa mencapai hal tersebut, pihaknya menerapkan beberapa strategi, di antaranya integrasi sains dan teknologi, kolaborasi lintas sektor, serta berkomitmen terhadap penerapan nilai-nilai Environmental, Social, and Governance (ESG). “Dalam mewujudkan perusahaan yang dapat berkontribusi secara optimal dan berkelanjutan, kami juga akan memanfaatkan potensi energi panas bumi untuk mendukung kebutuhan energi rendah karbon pada aktivitas kami,” jelasnya.
Bede meyakini pihak terkait memiliki perannya masing-masing dalam mengembangkan sektor mineral kritis di Indonesia. Menurutnya, peran yang diemban oleh STM sebagai bagian dalam sektor industri adalah berinvestasi pada teknologi dan metodologi yang tepat, patuh terhadap prinsip transparansi dan standar internasional untuk memastikan pengakuan hasil eksplorasi di pasar global, serta berkomitmen terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Sementara itu, pemandu diskusi, Resvani yang juga berperan sebagai Ketua Panitia Pelaksana Minerba Convex 2025 mengatakan diperlukan kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan mineral kritis untuk meningkatkan daya saing di kancah global.
“Eksplorasi mineral kritis tidaklah mudah. Prosesnya membutuhkan investasi yang sangat besar, biasanya berada di lokasi yang sulit dijangkau, serta menghadapi berbagai tantangan teknis dan nonteknis. Kita memerlukan dorongan kolaborasi yang baik serta pengembangan penelitian dan kapasitas sumber daya manusia,” ujar Resvani yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) itu. (H-3)