ARTICLE AD BOX

KASUS campak di Indonesia hingga saat ini masih terus menghantui. Jawa Timur menjadi wilayah dengan angka kasus campak yang tinggi, hingga beberapa daerahnya menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Pekan ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur mengungkapkan jumlah penderita campak yang meninggal dunia di wilayah itu per tanggal 8 Oktober 2025 bertambah menjadi 10 orang dari sebelumnya tujuh orang. Total jumlah warga yang terdeteksi positif terserang penyakit itu sebanyak 178 orang dari jumlah terduga sebanyak 734 orang.
Epidemiolog dan pakar kesehatan masyarakat dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan data kasus campak di Indonesia saat ini merupakan sinyal serius ancaman kesehatan masyarakat. Ia mengatakan, dari contoh kasus kematian di Pamekasan saja, dapat diketahui bahwa case fatality rate (CFR) campak di beberapa wilayah Indonesia jauh melampaui ambang batas global.
"Kasus di Pamekasan itu CFR-nya 5,6 persen melebihi ambang batas normal CFR campak global, di bawah 0,2 persen," kata Dicky, saat dihubungi, Rabu, (16/10).
Dicky melanjutkan, tingginya angka kematian akibat campak menunjukkan setidaknya dua hal. Pertama masih terjadinya keterlambatan deteksi dini dan penanganan. Kedua, terjadinya komplikasi berat yang umumnya selain karena keterlambatan juga akibat imunisasi tidak lengkap, imunitas rendah, defisiensi vitamin A, dan status gizi buruk.
Risiko Penyebaran
Dicky mengatakan, seperti halnya penyakit yang disebabkan oleh virus lainnya, perluasan sebaran penyakit campak di Indonesia juga sangat mungkin terjadi. Namun, hal itu masih bisa dicegah dengan langkah pengendalian yang kuat, konsisten, dan terintegrasi.
"Campak itu salah satu penyakit paling menular di dunia, bahkan melebihi covid-19. Karena itu, risiko perluasan secara epidemiologi itu sangat mudag terjadi," katanya.
Dijelaskan Dicky, campak memiliki Basic reproduction number (Ro) atau daya penularan virus 12--18. Dengan kata lain, setiap satu kasus campak berpotensi menular ke 12 hingga 18 orang lainnya. Padahal, covid-19 saja Basic reproduction number-nya hanya 2--3.
Cakupan Imunisasi
Untuk mencegah penyebaran, selain surveilans, hal yang harus dikejar adalah tercapainya kekebalan massal atau herd immunity. Untuk mencapai herd immunity, cakupan imunisasi setidaknya harus mencapai 95 persen.
Target itu masih menjadi pekerjaan besar bagi pemerintah. Karena seperti diketahui, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), cakupan imunisasi campak-rubela (MR) masih belum optimal. Cakupan MR1 di 2024 mencapai 92 persen, sedangkan MR2 hanya 82,3 persen.
"Jadi imunisasi harus digencarkan. Semua anak usia 6 bulan--15 tahun harus diimunisasi campak tanpa melihat status imunisasi sebelumnya," kata Dicky.
"Campak bukan penyakit ringan. Ia adalah indikator ketangguhan sistem imunisasi dan kesehatan publik suatu daerah. Jika kita gagal mencapai cakupan vaksinasi minimal 95%, maka wabah akan terus berulang. Saat ini, penguatan imunisasi massal, deteksi dini, dan literasi kesehatan masyarakat adalah kunci mencegah penyebaran lebih luas," tutupnya. (H-3)