ARTICLE AD BOX

Menyoal banyaknya anak-anak yang ditahan oleh aparat kepolisian baik di Jakarta dan berbagai daerah Indonesia, Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Habdy Lubis, mengatakan bahwa hal ini menunjukkan bahwa penegak hukum di Indonesia belum paham mengenai proses hukum terhadap anak yang membutuhkan perlakuan khusus dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Atau bisa jadi sebetulnya sekarang dalam situasi panik, saya melihatnya begitu. Karena kan tentunya perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum itu kan diatur dengan Undang-Undang khusus di Undang-Undang Pelindungan Anak,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (3/9).
“Jadi tidak bisa dianggap sama dan secara filosofis di dalam Undang-Undang Pelindungan Anak, anak itu walaupun dia berhadapan dengan hukum atau melakukan tindakan pidana, dia tetap dianggap sebagai korban. Karena dia diasumsikan belum bertanggung jawab pada dirinya sendiri,” sambung Rissalwan.
Lebih lanjut, menurutnya seharusnya anak-anak mendapatkan perlakuan yang benar dan langsung dipanggil orangtua/wali atau guru jika dia mewakili sekolah. Sehingga penindakan hukum terhadap anak tidak bisa disamakan dengan pelaku pengunjuk rasa orang dewasa.
Selain itu, Rissalwan juga menjelaskan jika unjuk rasa itu tidak melakukan perusakan terhadap fasilitas publik, seharusnya penahanan tidak perlu untuk dilakukan.
“Ini kan sebetulnya mendiskreditkan unjuk rasa sebagai hal yang negatif. Tapi kalau dia memang tertangkap tangan ya silahkan ditahan. Orang unjuk rasa itu hak konstitusional. Sebagai orang dewasa kita berhak untuk menyampaikan aspirasi kita. Jadi seharusnya tidak ada penahanan,” tegasnya.
“Kecuali memang tadi ada perusakan atau ada menyalahi kesepakatan, yang saya maksud menyalahi kesepakatan itu misalnya harusnya kan demonstrasi itu pagi sampai sore, ada yang sampai malam. Kemudian diarahkan, tidak mau. Mungkin ditahan, kemudian besok pagi dilepas. Harusnya begitu ya,” lanjut Rissalwan.
Saat ini, dia memandang bahwa aparat seakan tidak ngerti dan tidak memahami tentang hak anak yang diatur dalam Undang-Undang Pelindungan Anak dan tidak memahami hak konstitusional setiap warga negara untuk menyampaikan aspirasi dan berunjuk rasa. (H-1)