ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Media Amerika Serikat (AS) menyoroti demonstrasi di Indonesia. Laman The Wall Street Journal bahkan menulis artikel khusus berjudul "Behind Indonesia Protests, a Growing Economy That Doesn't Deliver".
Dimuat bagaimana di atas kertas, ekonomi Indonesia tumbuh dengan sangat baik. Namun, tulis laman itu, menyebut bagaimana protes yang terjadi di kota-kota besar mempertanyakan data tersebut.
"Di atas kertas, perekonomian Indonesia sedang berkembang pesat. Produk domestik bruto tumbuh 5,1% pada kuartal terakhir. Tingkat pengangguran resmi menurun, begitu pula inflasi dan angka kemiskinan pemerintah. Namun, protes rakyat yang melanda jalanan Jakarta dan kota-kota besar lainnya menunjukkan hal yang berbeda, dan semakin banyak ekonom yang mempertanyakannya," tulis laman itu, dikutip Selasa (2/9/2025).
"Ribuan demonstran di seluruh Indonesia menerjang keamanan ketat pada hari Senin untuk menuntut tindakan pemerintah terhadap kesulitan ekonomi dan perombakan lainnya selama delapan hari berturut-turut. Demonstrasi, yang terkadang berujung kekerasan, kini menjadi krisis terbesar yang dihadapi Presiden Prabowo Subianto sejak menjabat hampir setahun yang lalu. Demonstrasi terus berlanjut bahkan setelah Prabowo, mantan panglima militer dan menteri pertahanan, pada hari Minggu mengumumkan pemotongan tunjangan mewah bagi anggota legislatif dan penangguhan perjalanan dinas ke luar negeri yang mahal," tambahnya.
"Setidaknya delapan orang tewas, termasuk seorang pengemudi sepeda motor untuk aplikasi taksi dan pengiriman yang banyak digunakan yang ditabrak oleh mobil polisi, menurut rekaman dari lokasi kejadian. Nasib Affan Kurniawan, seorang pengemudi berusia 21 tahun, telah membantu menggerakkan warga Indonesia lainnya yang melihat minimnya kesempatan yang mereka miliki tercermin dalam perjuangan pemuda tersebut untuk mencari nafkah dalam profesi yang tidak menentu dan bergaji rendah," jelasnya.
Dimuat pada Juli, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, mengumumkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia telah turun ke titik terendah dalam dua dekade atau hanya 23,85 juta dari 284 juta penduduk. Tingkat pengangguran resmi berada di angka 4,8% pada bulan Februari, data terbaru yang tersedia, sementara inflasi turun menjadi 2,3% pada bulan Agustus.
"Namun, data PDB kuartal kedua Indonesia yang dirilis awal bulan lalu justru yang mengejutkan banyak ekonom. Beberapa indikator ekonomi, termasuk indeks manajer pembelian, menunjukkan kontraksi di sektor manufaktur dan perlambatan di sektor-sektor penting lainnya," tambahnya.
"Namun, BPS justru merilis data pertumbuhan kuartalan terbaik dalam dua tahun. Beberapa lembaga kajian kebijakan ekonomi terkemuka secara terbuka mempertanyakan data tersebut. Pusat Studi Ekonomi dan Hukum yang berbasis di Jakarta menulis surat kepada Divisi Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mempromosikan standar internasional, untuk meminta tinjauan independen," muat laman itu lagi.
Disinggung pula bagaimana Indonesia memiliki sejarah protes ekonomi yang berubah menjadi pergolakan politik yang lebih luas. Pada tahun 1998, krisis ekonomi memicu gelombang demonstrasi yang akhirnya memaksa mundurnya Presiden Suharto, yang telah memimpin negara ini selama lebih dari 30 tahun.
"Kali ini, rasa frustrasi yang meluas terhadap perekonomian dan respons pemerintah terhadap pembunuhan pengemudi tersebut berubah menjadi demonstrasi yang lebih keras selama akhir pekan. Para pengunjuk rasa menyerbu dan menjarah rumah Menteri Keuangan Indonesia dan seorang anggota parlemen yang sebelumnya menyebut mereka yang menuntut pembubaran parlemen sebagai "orang-orang terbodoh di dunia". Dalam pernyataannya pada hari Minggu, Prabowo mengatakan beberapa tindakan para pengunjuk rasa tersebut mengarah pada terorisme dan makar," muatnya lagi.
Wawancara Pendemo
Sementara itu, laman tersebut juga mewawancarai seorang pendemo. Ia disebut sebagai Pratama, pria berusia 31 tahun asal Jakarta.
"Ia bergabung dalam protes di ibu kota pekan lalu setelah kehilangan pekerjaannya di sebuah lembaga nirlaba pada bulan Juni. Sejak itu, ia telah mengirimkan lebih dari 300 lamaran dan hanya menerima enam tanggapan dan tidak ada tawaran," muat The Wall Street Journal lagi.
"Pratama mengatakan bahwa ketika ia mengunjungi kampung halamannya untuk liburan baru-baru ini, banyak teman dan kerabatnya mengalami situasi serupa," tambah laman itu.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dipanggil Prabowo, Sejumlah Ketum Parpol Sudah Tiba di Istana