ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta Fenomena gerhana bulan total akan menghiasi langit pada 7 8 September mendatang. Pada momen langka ini, bayangan Bumi akan menutupi piringan bulan sepenuhnya. Ini akan membuat satelit alami kita tampak bercahaya merah gelap atau yang dikenal sebagai blood moon.
Menurut laporan Space, gerhana bulan kali ini akan terlihat sepenuhnya di sebagian besar wilayah Asia, Australia Barat, hingga Eropa Timur. Sementara negara seperti Spanyol dan Norwegia hanya akan menyaksikan sebagian gerhana.
Jadwal gerhana bulan total di Indonesia dapat disaksikan mulai 7 September 2025 tengah malam hingga 8 September dini hari.
Di Indonesia bagian Barat, gerhana bulan total berlangsung antara pukul 22.26.56 WIB hingga 03.56.34 WIB. Sementara fase gerhana di Indonesia bagian tengah terjadi antara pukul 23.26.56 Wita hingga 04.56.34 Wita. Serta bagian timur fase gerhana terjadi antara pukul 00.26.26 WIT hingga 05.56.34 WIT.
Lalu, bolehkah melihat gerhana bulan total tanpa pelindung mata?
Berbeda dengan gerhana matahari yang bisa membahayakan penglihatan, gerhana bulan tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan mata, seperti yang dilansir dari Only My Health.
“Lapisan mata yang sensitif terhadap cahaya tidak pernah terpapar tingkat kecerahan yang berbahaya saat gerhana bulan, sehingga tidak ada risiko luka bakar atau kerusakan permanen,” kata Konsultan Oftalmologi di Aster CMI Hospital, Bengaluru, Ashwin Santosh Shetty.
Masih Banyak Mitos soal Gerhana Bulan
Meski demikian, mitos soal bahaya melihat gerhana bulan masih beredar di berbagai budaya. Dalam beberapa tradisi, masyarakat dilarang memandang bulan saat gerhana karena dianggap mengeluarkan sinar berbahaya. Namun, para ahli menegaskan hal tersebut hanya kepercayaan budaya, bukan fakta ilmiah.
“Intensitas cahaya bulan, bahkan saat gerhana, jauh lebih rendah dibanding cahaya lampu di ruangan. Tidak mungkin bisa merusak kornea, lensa, atau retina,” jelas Shetty.
Para ahli juga menyebutkan bahwa gerhana bulan adalah fenomena alam yang bisa dinikmati dengan aman. Bahkan, tidak ada kebutuhan akan kacamata pelindung khusus seperti pada gerhana matahari.
Masyarakat dapat menikmatinya dengan mata telanjang, menggunakan teropong, atau teleskop untuk pengalaman lebih dekat tanpa risiko kesehatan mata.
Mitos Gerhana Bulan dan Fakta Medis
Mitos seputar gerhana bulan banyak ditemukan di berbagai budaya, mulai dari larangan melihat bulan hingga keyakinan adanya radiasi berbahaya. Namun, pakar oftalmologi menegaskan tidak ada bukti ilmiah bahwa sinar bulan dapat merusak mata.
Bulan tidak menghasilkan cahaya sendiri, melainkan hanya memantulkan cahaya matahari. Saat gerhana, cahaya ini justru semakin redup karena terhalang bayangan bumi.
“Ini murni fenomena astronomi, bukan ancaman bagi kesehatan,” kata Shetty.
Ia menambahkan bahwa intensitas cahaya bulan yang jauh lebih lemah dibandingkan lampu ruangan membuatnya aman untuk dilihat, bahkan secara langsung.
Mitos soal bahaya gerhana bulan kemungkinan berasal dari kepercayaan kuno dan diwariskan secara turun-temurun, bukan dari data medis.
Dampak Menatap Bulan Terlalu Lama
Walau gerhana bulan tidak membahayakan penglihatan, menatap objek apapun terlalu lama, termasuk bulan, bisa menimbulkan ketegangan mata.
“Jika mata terus fokus dalam waktu lama, otot-otot siliaris yang mengatur fokus bisa lelah, menyebabkan mata berair, ketidaknyamanan ringan, atau rasa pegal,” jelas Shetty.
Namun, efek ini bersifat sementara dan akan hilang setelah mata diistirahatkan. Bagi yang ingin mengamati gerhana bulan lebih detail, penggunaan teropong atau teleskop juga aman tanpa risiko kerusakan mata.
Fenomena langka ini justru dianjurkan untuk dinikmati karena tidak menimbulkan bahaya medis, sekaligus menjadi momen astronomi menarik yang bisa dinikmati semua orang.