ARTICLE AD BOX
Jakarta (ANTARA) - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah berpotensi melemah seiring kekhawatiran investor seputar demo di Indonesia.
"Namun, dolar AS (Amerika Serikat) yang yang juga melemah pascarilis data PCE (Personal Consumption Expenditures) bisa membatasi pelemahan," ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Mengutip Xinhua, inflasi inti AS yang diukur dengan indeks PCE naik 2,9 persen secara tahunan pada bulan Juli, tertinggi sejak Februari 2025. Secara bulanan, inflasi inti naik 0,3 persen dari bulan Juni 2025.
Mengingat indeks belum naik sebanyak yang diperkirakan, penurunan suku bunga diperkirakan terjadi pada bulan ini.
"Data PCE itu sebenarnya hanya sesuai dengan perkiraan, dan inflasi inti AS justru naik hingga level tertinggi sejak Februari. Namun, investor masih lbh menaruh harapan pada prospek pemangkasan suku bunga yang meningkat akhir-akhir ini," ungkap Lukman.
"Terlebih, tidak sedikit yang memperkirakan bahwa inflasi dari tarif hanya akan bersifat sementara/sekali kenaikan saja," ucap dia.
Di samping itu, BI diprediksi akan terus mengintervensi rupiah untuk menstabilkan mata uang Garuda menimbang gejolak dan pelemahan yang lebih besar bisa memperburuk sentimen.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kurs rupiah diestimasi berkisar Rp16.400-Rp16.550 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Senin di Jakarta menguat sebesar 28 poin atau 0,17 persen menjadi Rp16.472 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.500 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah pada Senin pagi menguat jadi Rp16.472 per dolar AS
Baca juga: Rupiah melemah dipengaruhi data ekonomi AS yang tumbuh pesat
Baca juga: Pasar waspadai tekanan IHSG dan rupiah jika ketegangan demo berlanjut
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.