ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta Manchester City kembali gagal menunjukkan dominasinya di awal musim Premier League 2025/26. Kekalahan dramatis 1-2 dari Brighton menegaskan bahwa juara enam kali dari tujuh musim terakhir itu masih bergelut dengan masalah konsistensi.
Hasil di Amex Stadium membuat City mencatat start terburuk mereka sejak musim 2004/2005. Lebih jauh, tidak ada tim dalam format 38 laga yang berhasil jadi juara dari posisi seperti yang kini mereka tempati.
Meski begitu, Pep Guardiola tetap mencoba menenangkan suasana. Sang manajer menegaskan musim masih panjang, walau ia juga mengakui timnya kehilangan arah setelah kebobolan.
City Kehilangan Konsistensi
Musim lalu dianggap hanya sebagai gangguan dalam dominasi City di era Guardiola. Namun, hasil terbaru menunjukkan gejala yang sama masih berulang.
Padahal, City sempat mengawali musim dengan kemenangan meyakinkan 4-0 atas Wolves yang memberi kesan masalah lama sudah tuntas. Nyatanya, kekalahan dari Brighton memperlihatkan wajah lama tim yang rapuh saat ditekan.
Guardiola menekankan permainan timnya bagus dalam satu jam pertama. Namun, ia mengakui pasukannya “berhenti bermain” setelah kebobolan gol penyama kedudukan.
Brighton Balikkan Keadaan
City sebenarnya sempat unggul lewat gol Erling Haaland pada laga ke-100-nya di Premier League. Itu merupakan gol ke-88 penyerang Norwegia tersebut bersama City di liga.
Namun, perubahan besar datang saat pelatih Brighton, Fabian Hurzeler, melakukan empat pergantian sekaligus di menit ke-60. James Milner, Brajan Gruda, Georginio Rutter, dan Yasin Ayari langsung mengubah dinamika permainan.
Brighton mencetak gol lewat penalti Milner sebelum Gruda memastikan kemenangan dramatis di menit akhir. Hasil itu menjadi bukti efektivitas strategi segar Hurzeler.
Guardiola dan Tekanan yang Meningkat
Guardiola mencoba meredam kritik dengan menyebut timnya masih dalam fase awal musim. Ia mengingatkan bahwa masih banyak laga tersisa untuk memperbaiki keadaan.
Meski demikian, data tidak berpihak pada City. Hanya Manchester United di musim 1992/1993 yang mampu menjuarai liga setelah kalah dua dari tiga laga awal, dan itu pun terjadi dalam format 42 pertandingan.
Mantan kiper Mark Schwarzer menilai situasi ini sebagai tantangan unik bagi Guardiola. “Ada banyak keraguan tentang tim ini. Guardiola belum pernah ada dalam situasi seperti ini, dan lubangnya semakin dalam,” ujarnya.