ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta - Ratusan siswa di Sleman dan Bengkulu alami keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di waktu yang nyaris bersamaan, yakni Agustus 2025.
Di Kabupaten Sleman, DIY, kasus keracunan menimpa 135 siswa dan dua guru. Sementara, di Kabupaten Lebong, Bengkulu, keracunan menimpa 427 siswa, termasuk guru.
"Kejadian yang berulang dalam waktu berdekatan ini menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sistem penyediaan makanan di sekolah," kata Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) Universitas Gadjah Mada (UGM,) Prof. Dr. Ir. Sri Raharjo, M.Sc.
Dia menilai kasus ini sangat serius karena melibatkan ratusan siswa dalam dua kejadian pada bulan yang sama. Hasil pemeriksaan laboratorium juga mengonfirmasi adanya tiga jenis bakteri berbahaya, yaitu E. coli, Clostridium sp., dan Staphylococcus pada sampel makanan dan muntahan korban.
Tidak hanya menimbulkan gejala mual, muntah, dan diare, beberapa siswa bahkan harus dirujuk ke fasilitas kesehatan. "Saya kira kasus ini memperlihatkan adanya kegagalan sistemik dalam proses penyiapan, pengolahan, maupun distribusi makanan," kara Raharjo seperti dikutip dari ugm.ac.id pada Selasa, 2 September 2025.
Lebih lanjut, Prof. Sri mengungkapkan tantangan terbesar dalam menjaga standar higienitas makanan pada program MBG. Salah satunya adalah lemahnya pengawasan terhadap waktu konsumsi makanan.
Ratusan murid SD dan TK di Kecamatan Lebong Tengah, Kabupaten Lebong, Bengkulu, dibawa ke rumah sakit diduga mengalami keracunan usai menyantap makanan bergizi gratis yang disediakan pihak sekolah.
MBG Tak Boleh Disimpan Lebih dari 4 Jam
Makanan yang sudah dimasak seharusnya tidak disimpan lebih dari empat jam agar tidak memicu pertumbuhan bakteri.
Selain itu, kualitas air yang digunakan dalam proses memasak juga harus terjamin bebas kontaminasi. Tidak kalah penting, keterbatasan sumber daya manusia dan kurangnya pemahaman penjamah makanan tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menjadi faktor risiko.
“Koordinasi dan evaluasi yang masih lemah, diperlukan evaluasi dan perbaikan sistem yang belum berjalan efektif” jelasnya.
Apa Solusinya?
Sebagai solusi, ia menekankan perlunya langkah konkret baik dari pemerintah daerah maupun penyedia makanan.
“Pemerintah diharapkan meningkatkan pengawasan melalui audit rutin, pelatihan berkelanjutan bagi penjamah makanan, serta memberikan sanksi tegas hingga pencabutan izin jika terjadi kelalaian.” Sementara itu, penyedia katering harus menerapkan sistem batch cooking, memastikan air bersih, serta melakukan uji laboratorium mandiri secara berkala.
Tak kalah penting, Sri Raharjo juga menekankan peran masyarakat dalam mendukung keberlangsungan program MBG. Siswa perlu menumbuhkan kebiasaan mencuci tangan dan melaporkan jika mengalami gejala setelah makan.
Belajar dari kasus keracunan MBG di Sleman dan Bengkulu, ia menyatakan keamanan Pangan juga jadi prioritas orangtua untuk dapat memantau kualitas makanan dan berkomunikasi dengan pihak sekolah. Sementara masyarakat umum berperan sebagai pengawas tidak langsung dengan melaporkan indikasi pelanggaran keamanan pangan.
“Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sekolah, penyedia katering, dan masyarakat, program MBG bisa berjalan aman sekaligus memberi manfaat besar bagi generasi muda,” pungkasnya.
Kata Kepala BGN
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana telah menyampaikan rasa prihatin terhadap kasus keracunan ini.
“Prihatin untuk yang sakit,” kata Dadan kepada wartawan, Kamis (28/8/2025).
Dia juga menyampaikan bahwa korban keracunan telah ditangani dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dihentikan sementara.
“Yang sakit ditangani, SPPG berhenti sementara untuk pembenahan,” ujarnya.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa 304 pelajar dan 3 orang guru menjalani perawatan di RSUD Kabupaten Lebong, 11 di antaranya dirawat di Unit Gawat Darurat (IGD).
Sementara 32 pelajar dirawat di Puskesmas Semelako, 23 di antaranya harus dirawat inap dan 9 lain menjalani rawat jalan. Satu pelajar lagi di Puskesmas Muara Aman dan 3 di Puskesmas Leumepit kecamatan Lebong Sakti.
Wakil Gubernur Bengkulu, Mian, menegaskan kejadian ini menjadi perhatian serius pemerintah Provinsi Bengkulu. Dia memastikan dapur MBG yang diduga menjadi penyebab keracunan telah ditutup sementara untuk kepentingan penyelidikan.
“Untuk sementara, pengelola dapur MBG ini dihentikan dan diinvestigasi dulu. Ada kelemahan di mana, itu nanti ranah aparat penegak hukum (APH) dan tim investigasi MBG. Titik tekan Pemprov saat ini bagaimana anak-anak bisa sembuh, karena ini musibah yang harus kita tangani serius,” ujar Mian saat melakukan tinjauan langsung ke Kabupaten Lebong, Kamis (28/8) mengutip News Liputan6.com.